Ahli Hukum: Pernyataan Mahfud MD soal Korupsi Berisiko Hukum
MAHATVA.ID - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof. Romli Atmasasmita, menilai pernyataan Mahfud MD tentang pengampunan koruptor yang melibatkan Pasal 55 KUHP dapat berujung pada konsekuensi hukum. Ia mengkritik Mahfud karena dianggap tidak berkonsultasi dengan ahli hukum sebelum menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto turut serta melakukan tindak pidana korupsi.
Dugaan Pelanggaran UU ITE dan KUHP
Menurut Prof. Romli, pernyataan Mahfud MD berpotensi melanggar:
1. Pasal 45 UU ITE dengan ancaman hukuman 2 tahun penjara atau denda maksimal Rp400 juta.
2. Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Fitnah, dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
3. Pasal 433 UU KUHP 1/2023 tentang Pencemaran Nama Baik.
Romli menjelaskan, penerapan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana korupsi membutuhkan dua unsur utama:
- Kesepakatan bersama dalam persiapan tindak pidana.
- Pelaksanaan bersama-sama tindak pidana tersebut.
“Kedua syarat itu tidak terpenuhi dalam kasus ini, sehingga Pasal 55 KUHP tidak dapat diterapkan pada Presiden Prabowo Subianto,” tegas Prof. Romli.
Latar Belakang Pernyataan Mahfud MD
Sebelumnya, Mahfud MD mengkritik wacana Presiden Prabowo Subianto yang ingin memberikan pengampunan kepada koruptor jika mereka bersedia mengembalikan kerugian negara. Menurut Mahfud, langkah ini bertentangan dengan hukum, khususnya Pasal 55 KUHP.
"Pemaafan terhadap koruptor bertentangan dengan hukum yang berlaku. Hal ini melanggar prinsip penegakan hukum dalam Pasal 55 KUHP," ujar Mahfud.
Respons dari Pendukung Presiden
Pernyataan Mahfud MD mendapat respons keras dari pendukung Presiden, termasuk Habiburokhman, anggota Gerindra, yang menyebut Mahfud sebagai “orang gagal” karena dinilai sering memberikan komentar kontraproduktif.
Habiburokhman juga meminta Mahfud untuk lebih berhati-hati dalam memberikan pernyataan, terlebih terhadap seorang kepala negara.
Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan perdebatan hukum antara dua tokoh nasional. Prof. Romli menekankan pentingnya memahami konteks hukum sebelum membuat pernyataan publik yang dapat memicu kontroversi.