Dispendik Jabar dan APH, Tindak Lanjuti Temuan 89 Kasus Pemalsuan Kartu Keluarga saat PPDB.
Mahatvamediaindonesia.id, BOGOR – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menyatakan, ada 89 kasus temuan dugaan pemalsuan kartu keluarga (KK) peserta didik dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Temuan itu sedang ditindaklanjuti dengan melibatkan aparat penegak hukum. Minggu, (06/08/2023).
”Tim Pemprov Jabar mencoba mengkaji 89 kasus diduga dokumen tidak asli. Mudah-mudahan dalam beberapa waktu ke depan, bisa meyakini data tersebut palsu atau sebetulnya asli,” kata Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jabar Wahyu Mijaya seperti dilansir dari Antara di Kota Bandung.
Dia mengatakan, ke-89 kasus tersebut terjadi di 28 sekolah yang tersebar di 15 kota/kabupaten. Di antaranya ada yang merupakan sekolah unggulan, non unggulan, pusat kota dengan padat penduduk dan juga tidak.
”Padahal sebenarnya ada yang memalsukan sebenarnya tanpa dia memalsukan data, dia bisa masuk ke sekolah tersebut karena kuotanya memungkinkan,” ujar Wahyu Mijaya.
Dia menjelaskan, pemalsuan yang dilakukan oknum adalah dengan mengubah QR code pada KK. Tujuannya agar bisa masuk ke situs Disdukcapil palsu yang telah dibuat, untuk membenarkan data alamat untuk mengakali skema zonasi PPDB.
”Jadi dia buat ke url, seolah-olah dinas kependudukan dan pencatatan sipil (website) asli, padahal palsu. Sehingga ketika verifikator melihat checklist, langsung disetujui. Padahal kalau dilihat secara detail pada url yang asli, berbeda,” terang Wahyu Mijaya.
Dugaan pemalsuan data itu sempat membuat tim verifikator yang dibentuk Dispendik Jabar terkecoh. Sebab, ke-89 murid itu diterima atau lolos dari tahap seleksi PPDB.
Ketika ditanyakan mengenai adanya dugaan kelalaian verifikator, Wahyu mengatakan, adanya temuan tersebut kemungkinan besar karena situasi pada saat pemeriksaan sudah mendesak dengan tenggat penutupan PPDB. Sehingga, diduga tidak berkonsentrasi penuh dalam memastikan link Disdukcapil.
”Temuan awal kan 4.791 kasus, modusnya kami temukan langsung di verifikator sekolah-sekolah. Jadi 89 ini tindak lanjut by system. Pada tahap awal kami sudah bekerja tetapi memang masih ada yang lolos. Ini yang kami dalami,” papar Wahyu Mijaya.
”Verifikator terbatas waktu, ada yang daftar di akhir. Semakin banyak, bisa jadi (akibat) kejadian yang sekarang. Kami sudah coba untuk tidak kecolongan,” tambah dia.
Terkait ke-89 kasus ini, dia menegaskan Dispendik Jabar tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah serta perlindungan terhadap anak. Pihaknya akan memberi jangka waktu selama satu tahun, hingga tahun ajaran berakhir bagi yang terbukti bersalah untuk pindah sekolah.
”Di dalam Pergub, kami bisa melakukan pembatalan, untuk dokumen tidak asli. Tapi kami kedepankan perlindungan terhadap anak. Kami akan membuka ruang, siswa tetap bisa sekolah di tempat tersebut dan selanjutnya keluar atau bisa juga langsung menyekolahkan di sekolah lain,” ucap Wahyu Mijaya.