Khilaf dalam Penetapan Tersangka Kabasarnas, Novel Baswedan: Pimpinan KPK Tak Tanggung Jawab!

Khilaf dalam Penetapan Tersangka Kabasarnas, Novel Baswedan: Pimpinan KPK Tak Tanggung Jawab!

Smallest Font
Largest Font

Mahatvamediaindonesia.id, Jakarta – Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPKNovel Baswedan menyoroti permintaan maaf KPK ke TNI atas penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan korupsi berupa suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Sabtu, (29/07/2023).

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut penyelidik KPK khilaf dalam proses pengusutan dugaan suap senilai Rp 88,3 miliar tersebut.

Novel heran, pimpinan KPK bisa menyalahkan penyelidik yang bertugas dalam perkara tersebut.

“Pimpinan KPK tidak tanggung jawab. Setiap kasus melalui proses yang detail bersama pimpinan KPK dan pejabat struktural KPK,” kata Novel Baswedan lewat akun Twitter miliknya dikutip pada Jumat (28/7/2023).

Novel menilai permintaan maaf Tanak itu seperti menyalahkan penyelidik KPK yang bertugas.

“Kok bisa-bisanya menyalahkan penyelidik atau penyidik yang bekerja atas perintah pimpinan KPK,” tegasnya.

“Kenapa tidak salahkan Firli (Ketua KPK) yang menghindar dan main badminton di Manado?” sambungnya.

Ilustrasi Foto Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai bertemu dengan Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung Handoko dan rombongan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023)

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai bertemu dengan Komandan Puspom TNI Marsekal Muda Agung dan rombongan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023).

Henri dan Afri dijadikan tersangka, setelah penyidik KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan atau OTT pada Selasa (25/7/2023).

Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI. Dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK,” kata Tanak di hadapan.

Tanak menyinggung soal Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 soal pokok-pokok peradilan. Di dalamnya ada empat peradilan, umum, militer, tata usaha negara, dan agama.

“Nah peradilan militer tentunya khusus anggota militer. Peradilan umum tentunya untuk sipil ketika ada melibatkan militer, maka sipil harus menyerahkan kepada militer,” kata Tanak.

Dia tak merinci lebih jauh soal kekhilafan tim KPK dalam perkara ini, namun dia menyebut mereka memohon maaf.

“Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan,” kata Tanak.

Diduga Terima Suap Rp 88 Miliar

Sebagaimana diketahui Henri dan anak buahnya, Afri Budi Cahyanto menjadi tersangka dugaan penerima suap. Pada saat Afri terjaring operasi tangkap tangan (OTT), penyidik menemukan uang Rp 999,7 juta. Selain itu keduanya juga diduga menerima suap senilai Rp 4,1 miliar.

Suap tersebut diduga untuk memenangkan pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar, public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17, 4 miliar, dan ROV untuk KN SAR Ganesha (Multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp89,9 miliar.

Tersangka pemberi suap tiga orang petinggi perusahaan, yaitu Komisaris Utama PT MGCS (Multi Grafika Cipta Sejati) Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT IGK (Intertekno Grafika Sejati) Marilya, Direktur Utama PT KAU (Kindah Abadi Utama) Roni Aidil.

Informasi dan penyidikan yang dilakukan KPK pada rentang waktu waktu 2021 hingga 2023, Henri dan Afri juga diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa.

Editors Team
Daisy Floren

Populer Lainnya