Refleksi Sumpah Pemuda Bagi Karang Taruna

Refleksi Sumpah Pemuda Bagi Karang Taruna

Smallest Font
Largest Font

Mahatvamediaindonesia.id, KLAPANUNGGAL – Hari ini 95 tahun yang lalu, tepatnya 28 Oktober 1928 pada Konggres Pemuda II di Jakarta, para Pemuda Indonesia dari seluruh penjuru Nusantara bersatu, membulatkan tekad dalam sebuah ikrar yang kita kenal dengan “Sumpah Pemuda”.

Para Pemuda telah berikrar mengakui tumpah darah satu, tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Sumpah Pemuda merupakan momentum, tonggak sejarah (a significant point in any progress of development) dalam perjalanan bangsa Indonesia melawan paternalisme dan kolonialisme. Sumpah Pemuda juga menjadi turning point yang mengubah pola perjuangan melawan penjajah dari cara-cara kedaerahan, sporadis, dan radikal dengan strategi yang lebih nasionalis, terorganisir, dan moderat.

Timbulnya kesadaran dan kenegarawanan Pemuda Indonesia menjadi awal kebangkitan serta semangat persatuan untuk mengusir penjajahan Belanda dan Jepang sehingga bangsa Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pemuda sesuai dengan kondisi zaman saat ini didefinisikan dengan laki-laki atau perempuan yang sudah mencapai tahap dewasa. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan Pasal 1 Ayat (1) Pemuda adalah Warga Negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun.

Pemuda memiliki karakter yang dinamis, optimis, dan pemimpin perubahan di dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, seringkali kita menyebut bahwa pemuda adalah harapan bangsa. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak perintisan pergerakan kebangsaan Indonesia, pemuda berperan aktif sebagai ujung tombak dalam mengantarkan bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat.

Keberhasilan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekan tidak lepas dari peran pemuda yang secara heroik dengan gigih, dan gagah berani melawan diskriminasi, tirani, dan penindasan bangsa asing terhadap rakyat Indonesia. Satu hal yang harus digarisbawahi, semangat persatuan para pemuda dan seluruh elemen bangsa merupakan kekuatan besar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, peringatan Sumpah Pemuda mestinya menjadi pengingat bagi pemuda masa kini atau pemuda milenial untuk meneruskan cita-cita founding fathers mewujudkan Indonesia maju, sejahtera, adil, dan makmur.

Pemuda masa kini harus mampu menunjukkan peran dan dedikasinya dalam membangun bangsa dan negara. Indonesia sebagai rumah besar bagi lebih dari 275 juta penduduk Indonesia tentu harus ditopang dengan pilar-pilar yang kokoh agar mampu menahan beban serta goncangan dan pemuda adalah pilarnya. Pemuda yang tangguh, kreatif, inovatif, nasionalis, religius, berkarakter, dan memiliki fighting spirit tinggi merupakan aset hadirnya nahkoda-nahkoda handal yang akan membawa negeri ini menuju zaman keemasan.

Tantangan berat bagi kaum muda yang hidup di zaman post-modern saat ini adalah semakin tercerabutnya generasi muda dari akar budayanya sendiri. Di balik kreativitas dan segudang prestasinya yang mentereng, para pemuda seperti kehilangan arah terjadinya culture shock dan krisis identitas semakin memprihatinkan. Kuatnya arus teknologi dan globalisasi budaya telah mengikis nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Saat ini, banyak sekali generasi muda yang lebih menggandrungi budaya asing, produk-produk asing, dan teknologi asing daripa karya anak bangsa. Kecenderungan generasi milenial untuk Pansos (Panjat Sosial) untuk menunjukkan eksistensinya di dunia luas melalui media sosial seringkali menerobos batasan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Satu pertanyaan besar, apakah kita gagal mengindonesiakan anak-anak yang lahir dan besar di negerinya sendiri?

Krisis identitas ini barangkali merupakan nurturant effects dari globalisasi. Namun demikian globalisasi sebagai keniscayaan tidak harus dikambinghitamkan. Kita tidak boleh pingsan di tengah jalan, tidak boleh amnesia di tengah kerumunan tapi harus bangkit membangun kesadaran bersama sebagai sebuah bangsa. Kita mestinya juga mau belajar bagaimana orang Cina dan Jepang begitu bangga dengan bahasanya, bagaimana orang Arab dan India sangat bangga dengan budaya dan pakaian adatnya. Sementara itu, di negeri kita generasi muda lebih bangga dengan bahasa asingnya, dan lebih menyukai pakaian ala baratnya daripada mempelajari dengan baik Bahasa Indonesia dan pakaian adat Nusantara. Pragmatisme dan hedonisme telah menjadi menu utama dan life style generasi muda hingga mengikis nilai-nilai kebersamaan, kegotong-royongan, multikulturalisme, dan kebhinekaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

Di tengah ancaman krisis identitas, pemuda masa kini juga dihadapkan pada realita adanya disrupsi teknologi yaitu perkembangan pesat teknologi digital yang canggih sehingga membawa perubahan yang fundamental pada berbagai aspek kehidupan manusia di Indonesia dan di dunia. Munculnya disrupsi teknologi mendorong aktivitas dan kegiatan manusia selalu bergantung dan didominasi oleh teknologi digital. Kontaminasi akut generasi muda akan hadirnya teknologi digital sudah terlampau berlebihan dari tatanan yang seharusnya. Generasi muda sudah kecanduan pada teknologi digital dan bahkan mengalami nomophobia, yaitu kondisi dimana seseorang mengalami kecemasan berlebih Ketika tidak bersama ponsel atau tidak bisa menggunakan ponselnya. Sejak bangun tidur hingga menjelang tidur lagi, generasi muda begitu terikat dengan teknologi digital dan ponselnya. Ia dibangunkan oleh alarm ponselnya, berangkat sekolah dan bekerja diingatkan oleh ponselnya, belajar dan bekerja dengan ponselnya, memilih makanan dari ponselnya, memilih moda transportasi dengan ponselnya, melakukan transaksi pembayaran dengan ponselnya, memilih hiburan dengan ponselnya, dan tidur ditemani ponselnya. Teknologi layar digital telah membius generasi muda sehingga seringkali mengabaikan lingkungan sekitarnya baik keluarga, teman, dan lingkungan masyarakatnya.

Disrupsi teknologi menjadikan generasi muda menjadi lebih asyik hidup di dunia maya daripada kehidupan di dunia nyata. Sikap cuek dan acuh tak acuh sudah menjadi hal yang dianggap biasa. Anak laki-laki begitu menikmati game online di ponselnya sehingga tidak tahu lagi dari mana arah terbitnya matahari. Sementara itu, anak-anak perempuan begitu lihai memainkan jemarinya di tiktok, Instagram, dan Whatsapp sehingga tidak tahu lagi kapan purnama tiba. Disrupsi teknologi telah membuat renggangnya hubungan anak dengan orang tuanya, terkikisnya solidaritas di masyarakat dan rapuhnya ikatan kekerabatan. Pada lingkup kehidupan bernegara, disrupsi teknologi yang tidak dibarengi dengan computational thinking yang baik akan menjadi celah memudarnya nasionalisme dan patriotisme sehingga mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Melalui momentum Hari Sumpah Pemuda (HSP) ke-95 tahun 2023 ini mestinya menjadi awal terbentuknya kesadaran kolektif dari semua elemen bangsa terlebih pada Pengurus Karang Taruna untuk memiliki paradigma baru dalam menghadapi tantangan krisis identitas dan disrupsi teknologi menjadi suatu peluang menuju keunggulan bangsa. Kemajuan teknologi yang begitu pesat harus dapat dimanfaatkan oleh generasi muda sebagai sarana mengembangkan diri, menguatkan solidaritas, membangun kolaborasi, dan mengembangkan networking yang kuat sehingga generasi muda tumbuh menjadi generasi yang berdaya saing tinggi.

Sebagaimana tema Hari Sumpah Pemuda tahun 2023 yaitu “Bersama Majukan Indonesia” maka tiba saatnya para pemuda bersatu, bangkit dan maju guna menyatukan langkah untuk membangun negeri kita tercinta sesuai dengan kecakapan masing-masing. Pluralitas budaya, etnis, agama, dan kondisi alam Indonesia merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dan merupakan potensi bagi kita untuk tumbuh menjadi bangsa yang besar. Melalui kemajuan teknologi multikulturalisme dapat dikemas sehingga menjadi daya tarik bagi wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Keragaman bahasa dan budaya harusnya menjadi lebih mudah kita lestarikan dengan platform teknologi digital. Dengan teknologi pula Bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan dapat digaungkan oleh para pemuda sehingga menggema dan digunakan oleh penduduk dunia melalui internasionalisasi Bahasa Indonesia.

Peran pemuda di era revolusi industri 4.0 dan society 5.0 ini menjadi sangat vital dan krusial. Di tengah kondisi dunia yang penuh ketidakpastian dan tidak baik-baik saja ini para pemuda harus optmimis bahwa bangsa Indonesia memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Sebagai bangsa yang sedang mengalami bonus demografi, para pemuda harus dibekali dengan keterampilan-keterampilan abad-21 yaitu critical thinking and problem solving, collaboration, creativity, citizenship, dan leadership yang kuat sehingga kelak akan mampu melanjutkan estafet kepemimpinan di negeri ini. Melalui peran aktif generasi muda dalam mengelola kekayaan alam yang melimpah, kekayaan budaya yang luar biasa maka kita yakin bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan berjaya dan menjadi negara maju dalam waktu yang tidak lama lagi. Dengan spirit Sumpah Pemuda, mari bulatkan tekad untuk berkreasi, berinovasi, dan berprestasi untuk kemajuan bangsa dan negara.

Editors Team
Daisy Floren

Populer Lainnya